Lamannya Azki

Rabu, 24 Januari 2018

Salah Hati, (dan) Salah Waktu

Aku tidak pernah membayangkan akan meluapkannya malam itu. Semua ikatannya terlepas, tak sanggup membendung lagi. Luka yang selama ini hanya tertimbun dihati, menyeruak menuntut diri. 

Rangkaian sekolah lapangan hampir membuat tubuhku rontok. Untuk menjadi panitia sebuah acara terpusat yang besar, memang butuh kaderisasi yang berat pula. Semata-mata agar tercapai SDM yang kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan saat acara puncak nanti.

Selasa malam seperti biasa kami dikumpulkan di sebuah lapangan wilayah barat. Rangkaian seklap mulai dari hitung jumlah capanlap, mobilisasi, sampai cek spek mulai dilakukan. Namun, saat itu, aku dipanggil danlap selatan untuk keluar barisan. Aku disuruh bergabung dengan barisan teman-temanku yang lain di bagian belakang sambil menahan posisi dan memejamkan mata. Saat itu, aku belum tau mengapa aku dipisahkan dan mendapatkan perlakuan yang seperti itu. Nyatanya, itu salah satu gertakan bagi bakal calon perangkat lapangan nantinya. Jujur, ada beban tanggung jawab yang besar tersendiri saat malam sebelumnya aku dipanggil oleh perangkat teratas. Saat dinyatakan menjadi bakal calon perangkat, pikiranku tertuju pada niat awal aku ikut kepanitiaan ini. Aku yang saat panggilan itu harus mengorbankan kewajibanku di unit lain, terus terpikirkan konsekuensi apa yang nantinya aku dapatkan kalau memang aku bakal menjadi perangkat lapangan. Hatiku yang dengan angkunya berkata bahwa semua amanah yang ada bisa aku handle, lupa akan impian pertama ikut kepanitiaan ini.

Setelah tahan posisi itu menegangkan otot tangan dan kakiku, kami diarahkan menuju lapangan barat yang pertama menjadi tempat kumpul kami. Materi yang sudah didapatkan pada seklap-seklap sebelumnya diuji pada saat itu. Beruntung, aku hanya ditanya tentang jalur komando dilapangan nanti dan olah ruang yang sudah aku kuasai. Dari suaranya, aku menebak danlap tour yang menanyaiku tadi.

Kejadian berikutnya sungguh diluar kemampuanku. Saat disuruh interupsi, aku tak mengangkat tangan. Entah apa yang dipikiranku saat itu. Aku dimintai alasan atas perbuatanku sambil tahan posisi. Saat itu aku hanya berpikir bahwa aku sudah menyusahkan teman-temanku yang lain, karena mereka juga mendapatkan hukuman yang sama. Aku benar-benar tidak bisa berpikir secara logis untuk berargumen. Padahal, argumenku sudah terlatih semenjak kaderisasi SMA (yang nyatanya lebih berat dari seklap sekarang).

Aku dipisahkan dari barisan saat itu juga untuk menemui sekretaris lapangan. Saat ia menanyakan, kenapa? Aku diam dan tiba-tiba emosi itu muncul. Aku langsung terisak. Aku bahkan tidak tau mengapa aku terisak. Apa karena tadi dibentak oleh koorlap? Tidak, aku gak mungkin nangis hanya karena gertakan. Apa karena aku merasa bersalah dengan teman-temanku tadi? Tidak juga. Untuk beberapa detik aku bahkan tidak mengerti mengapa aku begitu emosional sampai nangis. Setelah disuruh untuk duduk dan ditanya secara perlahan oleh seklap dan koorlap, aku baru sadar. Untuk pertama kalinya aku menceritakan luka dalamku yang sudah ditimbun dari 7 tahun yang lalu.

Wadah yang biasanya aku tutup dengan seksama dan aku ikat agar tidak ada orang yang menyentuhnya, perlahan terbuka dan meluapkan segala isinya. Dengan hati yang tidak dapat menahan beban, aku ceritakan semuanya pada sekretasi lapangan. Pertama kalinya aku menceritakan segala hal tersebut pada seseorang. Sambil mendengar tangis yang menderu, ia mendengarkan semuanya. Aku gak tau apa aku cerita ke orang yang tepat atau tidak. Yang aku pahami saat itu, aku hanya butuh untuk didengar tentang semua masalah-masalahku, aku bahkan udah ga sanggup untuk memendamnya sendiri.

Selama ini, aku tidak pernah cerita terhadap siapapun. Aku terlalu takut dan terlalu tidak percaya dengan siapapun, termasuk orangtuaku. Aku selalu merasa sendiri, tidak ada orang lain yang mengerti. Tidak akan ada yang mendengar nanti. Aku selalu melampiaskannya dengan isak tangis di kasur kamar sambil berdialog dengan Tuhan. Untuk beberapa saat itu membantu menenangkanku dan kembali ke keadaan nyata dimana aku harus tetap menjalani kehidupan. Tapi aku gak sadar, kalau luka itu terus menumpuk dan butuh didengar serta diberi simpati.

7 tahun lamanya tak kusangka akan mengacaukan hidupku sebegitu dalam. Mulai dari dalam diri sampai berinteraksi terhadap orang lain. Terlebih berita yang kudapatkan pada awal tahun, makin-makain membuatku merasa tidak punya siapa-siapa.

Aku sadar, malam itu aku meluapkannya di waktu yang salah dan mungkin orang yang salah. Bahkan tidak ada kaitannya dengan kesalahanku tadi. Tapi cerita itu sudah terlanjur menyeruak keluar. Mau gak mau, aku harus menyelesaikannya dengan hatiku sendiri.

Aku memilih untuk pamit dari seklap hari itu dan berjalan menuju tempat yang satu-satunya ada dipikiranku, Masjid Salman. Kondisi masjid yang sepi karena waktu sudah menunjukkan 21.15, aku jadi merasa privasi di tempat tersebut. Selepas shalat isya, aku mencurahkan semuanya. Apa yang selama ini mengganggu pikiranku. Allah mendengarkan ceritaku dengan seksama.

Aku mulai tersedar bahwa hidupku adayang mengatur. Bahkan hatiku saja masih diatur oleh-Nya. Aku sadar, bahwa kejadian malam itu merupakan salah satu teguran dan jawaban langsung dari Allah tentang pertanyaan-pertanyaan selama seminggu awal kuliah. Kegiatan-kegiatan yang ada membuatku lalai dengan kewajibanku sebenarnya. Aku bahkan tidak melaksanakan semua amanah-amanah yang ada dengan baik.

Seluruh ceritaku kuutarakan malam itu di tengah dinginnya Bandung dan syahdunya suasana masjid. Tak sadar, aku terlelap hingga suara adzan subuh membangunkanku. Beribu syukur aku panjatkan atas segala yang diberikan Allah kepadaku. Allah sudah begitu baik dengan anugerah-anugerah-NYA. Tapi aku sebagai hamba-Nya? Malah lalai dan tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan. Aku malu banget, pernah berfikir untuk mengakhiri hidup dengan masalah ini. Aku malu terlihat begitu lemah dengan masalah kecil, padahal diluar sana masih banyak orang yang mendapatkan masalah yang lebih besar.

Hari ini aku memutuskan untuk tidak mengikuti kelas. Aku ingin menata pikiranku terlebih dahulu. Aku ingin benar0benar memikirkan apa yang terbaik untukku. Paginya aku tau bahwa semalam itu merupakan terpilihnya calon perangkat. Aku sudah pasti tidak termasuk diantaranya, dan bersyukur atas hal itu. Aku kembali pada tujuan awalku ikut kepanitiaan besar ini.

Masih ada hal yang mengganjal pada diriku. Aku tetap saja merasa bersalah terhadap koorlap, danlap dan sekretaris lapangan atas apa yang menimpaku semalam. Aku juga merasa bersalah dengan teman-teman seperjuanganku. Aku terlihat lemah, yang harusnya tidak aku tunjukkan pada saat itu.

Tapi, tak apa. Aku akan memulainya lagi. Dengan semangat yang baru!

Terima kasih tak lupa aku ucapkan untuk Sekretaris Lapangan yang sudah mau mendengarkan dan menenangkanku di saat aku jatuh malam itu. Serta, teman yang tak kusangka akan hadir dalam hidupku dengan segala kepedulian dan perhatiannya, Falya dan Dita. Mungkin kita baru berkenalan semenjak bersama dalam kepanitiaan ini, tapi percayalah kalian sudah membuatku merasa 'ada' dan memberikan kepercayaan sepenuhnya. Terima kasih.

Angin yang berhembus pelan dari jendela, dan aku yang bertekad menulis semuanya.

Bandung, 24 Januari 2018. Sore hari dikala kelas PTI.

Selasa, 02 Januari 2018

I got my blog back!

Assalamu'alaikum!

SENANG NYA SEKARANG! Apalagi kalo bukan akhirnya kutemukan email dan password blog ini huahahaha. Beberapa bulan lalu sempat mencoba-coba berbagai email dan berbagai kombinasi passoword tapi hasilnya nihil.

But now,
Second-fine-day in 2018 akhirnya bisa juga bersih-bersih debu di blog ini! I miss typing entri so much! Gila, banyak hal yang udah aku lewatin gitu aja tanpa menulis. Dulu, (SMP mungkin lebih tepatnya) kayak yang rajin banget ngeblog. Rajin banget buat nulis ini itu. Semenjak masuk jenjang akhir sekolah langsung ketinggalan deh.

Oiya, saking hopeless nya juga sama blog lama ini, sempet juga tuh bikin blog baru yang awal niatnya buat ngebangkitin kebiasaan nulis lagi. Eh, cuman mentok 3 postingan. Dasar gak konsisten! Here you go, another blog!

I'M BACK
I'M BACK
I'M BACK
I'M BACK
I'M BACK

Gak boleh sekip lagi ya, ki. hihihi. Alright, ceritanya aku mau menantang diri ini untuk konsisten ngeblog dengan tantangan: #30HariMenulis untuk mengawali 2018! Yoi, dalam satu bulan (kurang satu hari), bakal ada postingan apapun itu di blog ini. Kenapa gak dari kemarin biar kek yang lain gitu mulai 1 Januari? Soalnya baru punya kuota sekarang, ehe. Kenapa gak di instagram biar kek yang lain? Jangan ah, ntar spam dan gabisa panjang-panjang :)

Oke, oke, sudah dulu cerewetnya. Ku mau mengetik hal lain. anyway, Selamat Tahun Baru 2018! Banyak hal di 2017 yang sedikit banyak sudah merubah diriku mungkin nanti bakal diceritakan di post lain. Semoga tahun ini segalanya dilancarkan oleh Allah swt, yaa..




The one who got new spirit,
Azki-dna